Minggu, 21 April 2013

PERUBAHAN FISIK MASJID RAYA GANTIANG TAHUN 2012

Berikut Perubahan Fisik Masjid Raya Gantiang Pada Tahun 2012

1. Pemasangan Keramik Pada Dinding Depan Yang Dahulunya Belum Terpasang Pasca Gempa 30
    September 2009 Lalu Dengan Keramik Yang Sama.
   
Sebelum
Sesudah















2. Merenovasi Seluruh Profil Yang Ada Pada Jendela Dan Pintu Masjid Yang Sebelumnya Tampak
    Rapuh Dan Pecah-Pecah.

 
Renovasi Profil
























3. Pembuatan Kaligrafi Pada Dinding Depan Tempat Imam Dan Samping Kiri Dan Kanan Pada Ruang
    Utama Masjid

Kaligrafi Pada Dinding Depan Tempat Imam














  

Kaligrafi Pada Samping Kiri Dan Kanan Dinding Masjid Bagian Dalam

4. Penggantian Papan Merek Masjid Raya Gantiang

   

  Papan Merek Masjid Yang Lama                                               Papan Merek Masjid Yang Baru    

5. Pengecatan Seluruh Dinding Masjid Dengan Cat Warna Putih Dan Biru 

 

             Cat Masjid Yang Lama                                Cat Masjid Yang Baru

6.  Pengecatan Seluruh Tiang Utama Didalam Ruangan Dan Teras Masjid Dengan Cat Warna Emas

 

                                                  Tiang Ruang Utama Masjid
                                                                                     


                                                    Pilar Ganda Pada Teras Masjid

7. Penggantian Mimbar Lama Dengan Yang Terbuat Dari Kayu Jati Jepara
                             

                            Mimbar Lama Dan Mimbar Baru Masjid

8. Pembuatan Rak Qur'an Pada Tiang Ruang Utama Masjid














                           Rak Tempat Qur'an


Selasa, 02 April 2013

SEJARAH MASJID RAYA GANTIANG

A.   PENDAHULUAN
Diakhir abad ke 18 dimana penduduk Kota Padang saat itu baru berjumlah ± 14.000 jiwa yang terdiri dari suku Melayu (Minangkabau) 11.000 jiwa, suku Nias sebanyak 770 jiwa sebagai pekerja pada Belanda, selanjutnya warga Eropah 419 jiwa dan sisanya sebesar 1400 jiwa berasal dari China, India, Arab dan Aceh. Pada waktu itu hanya ada satu buah Masjid yang dibangun pedagang Arab dan India Muslim yang terletak di Pasar Batipuh (kampung keling). Sementara di Kampung Gantiang baru ada satu buah Mushalla/Surau tempat anak-anak belajar mengaji dan sekaligus sebagai tempat menginap bagi pemuda yang telah menginjak dewasa.
Awal pembangunan Masjid Kampung Gantiang ini dimulai tahun 1805 berupa sebuah bangunan surau kayu diatas tanah suku kaum Chaniago, Masjid Kampung Gantiang berlantaikan batu dengan dinding berplasterkan tanah. Ukuran yang dibangun adalah 30 x 30 m. konstruksi atapnya berundak-undak/bertingkat mirip atap Masjid dipulau Jawa. Ada 3 tokoh Kampung Gantiang dari suku Chaniago yang merencanakan pembangunan Masjid Raya Gantiang, ketiga tokoh itu adalah :
1.       Angku Gapuak
2.      Angku Syech H. Uma
3.      Angku Syech Kapalo Koto

B.    PEMBANGUNAN
Sebelumnya pada tahun 1790, letak Masjid ini adalah ditepi Batang Arau, tepatnya dikaki Gunung Padang. Masjid yang bentuk bangunannya sangat sederhana ini kemudian dihancurkan oleh Pemerintahan Hindia –Belanda akibat dari pembuatan jalan ke pelabuhan Emma Haven (Teluk Bayur). Tidak lama setelah itu, Masjid ini kembali dibangun dilokasi yang sekarang yang berjarak sekitar 4 kilometer dari lokasi sebelumnya. Pembangunan kembali tersebut diprakarsai oleh tokoh masyarakat setempat, dimana pada tahun 1805 telah disepakati untuk mulai membangun Masjid pada tanah wakaf 7 suku yang diserahkan melalui Gubernur Jenderal Ragen Bakh, penguasa Hindia-Belanda di Sumatera Barat pada waktu itu. Dengan dukungan banyak pihak dan bantuan dari para saudagar dan ulama Minangkabau baik yang ada di Sumatera Barat maupun diluar Sumatera Barat. Akhirnya, pada tahun 1810 pembangunan kembali Masjid Raya Gantiang dapat diselesaikan.
Pada tahun 1833 terjadi gempa bumi di Padang dan menimbulkan gelombang Tsunami yang merambah sebagian besar Kota Padang. Masjid Raya Gantiang termasuk bangunan yang selamat dari hantaman gelombang Tsunami. Namun lantai batu Masjid terpaksa diganti dengan lantai campuran kapur kulit kerang dari batu apung.
Keberadaan Masjid yang saat itu masih terlihat sederhana mendapat dukungan penuh dari salah seorang anggota Corps Genie Belanda berpangkat kapten yang menjabat sebagai Komandan Genie wilayah Gouvernement Sumatra’s Westkust (wilayah yang meliputi Sumatera Barat dan Tapanuli sekarang). Sehingga pada tahun 1900 dimulailah pemasangan Tegel dari Belanda, pemasangan tegel tersebut ditangani oleh tukang yang ditunjuk langsung oleh pabrik dan selesai pada tahun 1910. Pada tahun 1910 Belanda juga mendirikan sebuah pabrik semen di Indarung Padang. Untuk mengangkut semen ke pelabuhan Emma Haven (Teluk Bayur), Belanda membuka jalan baru melewati tanah ulayat Masjid Raya Gantiang dan hampir sepertiga dari luas tanah wakaf untuk Masjid Raya Gantiang terpaksa digunakan untuk jalan. Sebagai kompensasi atas tanah wakaf tersebut Belanda membantu membangun bagian depan (fasad) dari Masjid mirip benteng spanyol yang disiapkan oleh Zani bangunan Militer Belanda. Selain itu, semen yang didatangkan dari Jerman. Sementara lantai Masjid yang terbuat dari batu kali bersusun diplester tanah liat juga diganti dengan ubin yang dipesan kepada NV. YACOBSON VAN DE BERG & CO di Belanda beserta tukang untuk memasangnya. Kemudian Setelah itu, dilanjutkan dengan pembuatan Menara pada bagian kiri dan kanan Masjid yang selesai pada tahun 1967. Sebelum kedua Menara itu selesai, pada tahun 1960 juga telah dilakukan pemasangan keramik pada 25 tiang ruang utama yang aslinya terbuat dari batu bata, begitu juga dengan dinding ruang utama juga dipasangi keramik.
Sementara itu, etnis Cina dibawah komando Kapten Lou Chian ko (kapten 10) ikut mengerahkan tukang-tukang China untuk mengerjakan atap kubah yang dibuat bersegi delapan mirip bangunan atap Vihara China. Begitu juga Mihrab tempat dimana Imam memimpin Sholat dan menyampaikan Khutbahnya juga dibuat ukuran kayu mirip ukiran China. Dibagian tengah Masjid juga dibangun sebuah panggung segi empat dari kayu ukuran 4 yarm dan diberi ukiran China, tempat ini digunakan oleh bilal untuk mengulang aba-aba Imam sewaktu Sholat berlangsung. Waktu itu, pengeras suara dan listrik belum dikenal, hanya sayang kedua bangunan itu tahun 1974 dibongkar oleh Pengurus Masjid yang bertugas pada saat itu. Pada tahun 1803-1819, ketika gerakan Ulama Padri mulai bangkit di Minangkabau, maka para ulama Padri juga mengambil peranan dalam pembangunan Masjid Raya Gantiang kala itu. Peranan itu diberikan dalam bentuk pengiriman beberapa tukang ahli ukiran Minangkabau yang akan dibuatkan pada papan les plang atap Masjid tersebut.

C.       BANGUNAN TERTUA
Masjid Raya Gantiang merupakan Masjid Tertua di Kota Padang yang pada awalnya didirikan sebagai sarana pemersatu 8 suku yang ada di Kota Padang. Masjid ini juga pernah menjadi pusat pergerakan perjuangan kemedekaan tahun 1945. Masjid yang memiliki dua menara dan satu kubah utama ini memiliki 8 pintu dengan tiang penyangga Masjid berjumlah 25 buah.
Sejak dibangun, Masjid ini belum pernah dipugar secara besar-besaran kecuali penambahan bangunan depan sepanjang 20 meter dan pada bagian depan terdapat teras Masjid yang terlihat rapi dengan pilar-pilar ganda berjejer menyangga langit-langit Masjid. Sejak tahun 1950, pengelolaan Masjid ini diambil alih oleh Pemda Kota Padang dan diserahkan kepada Masyarat Gantiang untuk mengurusnya. Karenanya Masyarakat Gantiang sangat menjaga keberadaan Masjid yang dinilai memiliki sejarah yang cukup penting.

D.    LOKASI
Masjid Raya Gantiang berada di Jalan Gantiang No. 10, Kelurahan Gantiang Parak Gadang, Kecamatan Padang Timur Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. Masjid Raya Gantiang berada persis dipinggiran jalan raya sehingga memudahkan akses Masyarakat yang akan memanfaatkan Masjid pabila waktu Sholat tiba. Disebelah Utara dan Timur berbatasan dengan rumah penduduk dan makam disebelah Barat dan Selatan. Masjid yang semula dibangun sangat sederhana ini sekarang terbuat dari beton dengan dinding yang cukup tebal 34 cm dan berwarna putih yang menjadi cirri khasnya. Masjid Raya Gantiang berdiri diatas lahan seluas 102x95,6 m, memiliki halaman yang cukup luas disebelah Timur yang mampu menampung jamaah yang cukup banyak pada saat Sholat Idul Fitri dan Idul Adha. Halaman depan berpagar besi, sedangkan sisi Selatan dan belakang berpagar tembok berbatasan dengan makam dan rumah-rumah penduduk. Bangunan Masjid berbentuk persegi panjang berukuran 42x39 m yang terbagi atas serambi muka (12x39 m), serambi kanan (30x4,5 m), serambi kiri (30x4,5 m), dan ruang utama (30x30 m).

E.  ARSITEKTUR
a.       Serambi Muka
Serambi muka berbentuk persegi panjang memiliki enam buah pintu dari arah Timur dan dua buah pintu masuk dari arah Utara dan Selatan, masing-masing berdaun pintu dari jeruji besi. Diantara pintu masuk dari Timur terdapat hiasan tiang ganda semu, kecuali pada bagian Tengah terdapat bangunan mimbar yang menonjol kedepan memiliki daun pintu dari jeruji pula. Mimbar berukuran 2,2x1,2x2,75 m digunakan pada pelaksanaan Sholat Id. Selain pintu juga terdapat jendela berteralis besi terdapat disisi Utara dan Selatan masing-masing satu buah. Dinding Timur berhiaskan geometris berupa panil-panil kosong berbentuk persegi panjang, bujur sangkar, dan hiasan lengkung yang ditutup tembok, dan bermotif cincin dan mata kampak. Tebal dinding 34 cm dan tinggi 3,2 m berwarna putih abu-abu pada hiasan dan warna hijau pada bagian dasar. Pada sisi Utara dan Selatan bagian depan terdapat ruangan berbentuk segi delapan dengan sebuah pintu dari arah Timur dan sebuah jendela. Ruang serambi muka berlantai tegel berukuran 20x20 cm berwarna kuning buah bermotif polos. Dalam ruangan terdapat tujuh buah tiang ganda berbentuk silinder dari beton bergaris tengah 45 cm. tiang berdiri diatas umpak beton berukuran lebar 113 cm, tinggi 70 cm, dan tebal 67 cm. selain itu, terdapat pula dua buah tiang berbentuk segi empat terletak disisi Utara dan Selatan dekat dengan ruangan berbentuk segi delapan.

b.      Serambi Samping
Serambi samping kiri dan kanan berlantai tegel berukuran 20x20 cm berwarna hijau muda dengan motif segi enam. Masing-masing serambi memiliki dua buah pintu masuk salah satu pintunya menuju ketempat Wudhu yang terdapat disisi Utara dan Selatan Masjid. Pada bagian Barat disekat membentuk kamar (ribath) berukuran 4,5x3 m. Ribath (tempat tinggal pengurus Masjid) memiliki pintu dari arah timur berukuran 2,25x0,90 m serta sebuah jendela berukuran 0,90x0,90 m.
                               
c.       Ruang Utama
Pintu masuk ruang utama berjumlah enam buah disisi Timur (dan serambi muka) dan masing-masing dua buah disisi Utara dan Selatan (dan serambi samping). Pintu masuk memiliki dua daun pintu dari kayu dan pada ambang atas berhiaskan lengkungan kipas. Pintu berukuran lebar 1,6 m dan tinggi 2,64 m. jendela ruang utama terbuat dari kayu dan kaca berjumlah dua buah disisi Timur mengapit kearah pintu masuk dan masing-masing tiga buah disisi Utara dan Selatan serta enam buah disisi Barat. Jendela berukuran lebar 1,6 m dan tinggi 2 m. Seperti pada pintu, bagian ambang atas jendela juga berbentuk lengkungan kipas dengan hiasan kerawang diatasnya.
Lantai ruang utama dari ubin berukuran 30x30 cm berwarna kuning. Dinding ruang utama Masjid terbuat dari beton dilapisi keramik dan lantainya dari tegel putih berhiaskan bunga.
Dalam ruang utama terdapat 25 buah tiang yang melambangkan 25 Nabi, berjajar lima buah yang masing-masing dilapisi marmer putih. Sokoguru (tiang utama) Masjid ini berbentuk segi enam berdiameter 40 cm dengan tinggi mencapai 4,2 m tanpa hiasan dan terbuat dari beton. Filosofi jumlah tiang tersebut diukir dengan tulisan kaligrafi, pada setiap tiang diberi tulisan nama-nama Nabi ke-25 tiang tersebut. Berfungsi pula sebagai penopang utama konstruksi atap Masjid yang berbentuk segi delapan.
Ditanah air, bentuk atap tumpang yang berkembang cukup beragam mulai dari 2 tingkat hingga 7 tingkat. Masjid Raya Gantiang memiliki atap tumpang berjumlah 5 tingkat dan seng warna merah yang masih asli, belum pernah diganti. Ada celah ditiap bagian atap untuk pencahayaan. Tingkat pertama berbentuk segi empat sedangkan tingkat kedua sampai empat berbentuk segi delapan . tukang-tukang China sempat dikerahkan untuk mengerjakan atap kubah yang mirip bangunan Vihara China ini. Pada setiap tumpang dibatasi dengan panil-panil kayu bermotif ukiran Minangkabau. Pada setiap ujung atap tumpang terdapat hiasan antefik sedangkan pada bagian mustoko terdapat hiasan bulan bintang yang menunjukkan pengaruh Islam. Perpaduan gaya Eropa dan Tradisional tersebut menguatkan keberadaan Masjid tersebut dibanding bangunan lain yang memadati kawasan Gantiang.
Masjid Raya Gantiang juga memiliki tiga Mimbar yang diletakkkan didalam mihrab yang terletak pada sisi Barat ruang utama diapait oleh dua buah kamar disisi Utara dan Selatan. Mimbar yang berukuran 2x1,5 m, tinggi pada sisi Timur 3,2 m dan sisi Barat 2,1 m , Mimbar dihalaman, dan satu lagi tidak difungsikan karena kondisi kayunya yang sudah lapuk. Dalam ruang utama pernah dibuat bangunan Muzawir (penyambung imam) yang juga menjadi ciri khas Masjid Raya Gantiang. Muzawir berfungsi sebagai tempat mengumandangkan Adzan dan penyambung suara imam sehingga makmum dapat mengikuti gerakan imam. Muzawir berukuran 4x4 m berbentuk panggung, sarat dengan ornament gaya China dibangun atas sumbangan seorang China di Padang dan pembuatannya dikerjakan langsung oleh ahli ukir China yang ada di Padang. Setelah ada pengeras suara, bangunan Muzawir ini tidak digunakan lagi sehingga pada tahun 1978 bangunannya dibongkar.
Arsitektur Masjid Raya Gantiang merupakan perpaduan dari berbagai corak arsitektur sebab pengerjaannya melibatkan beragam etnik seperti Persia, Timur Tengah, Cina dan Minangkabau. Masjid Raya Gantiang bergaya neo klasik Eropa. Dilihat dari konstruksi atap Masjid yang berbentuk tumpang, Masjid Raya Gantiang tergolong Masjid kuno memiliki ciri-ciri khas seperti berdenah persegi panjang, mempunyai serambi didepan atau disamping ruang utama, mihrab dibagian Barat pagar keliling dengan satu pintu utama. Semua ciri-ciri Masjid kuno bisa dijumpai pada pola bangunan Masjid Raya Gantiang.
Pada serambi samping Masjid terdapat tiang berbentuk segi enam dan tambun yang bagian atasnya terdapat hiasan pelepit-pelepit rata. Bentuk tiang tersebut mengingatkan pada bentuk tiang Doric pada arsitektur Eropa.
Bangunan tua bersejarah ini dihias dengan seni hias Eropa seperti ukiran piala pada entablature dinding sisi luar, parapet (tiang-tiang kerdil), panil-panil yang berhiasan lubang kunci. Dinding bangunan bagian dalam dihias dengan pilaster sederhana. Sedangkan dinding sebelah Timur dihias pilaster berbentuk order Doric kembar bergalur.

F.     BANGUNAN LAIN
a.       Tempat Berwudhu Laki-laki
Bangunan lain terdapat dalam komplek Masjid Raya Gantiang antara lain tempat berwudhu laki-laki yang berukuran 10x3 m terletak disamping kanan Masjid. Tempat Wudhu dibuat permanen dan tertutup.

b.         Perpustakaan
Perpustakaan Masjid menempati sebuah ruangan sederhana disisi utara Masjid dan masih menyatu dengan bangunan Masjid. Ruangan perpustakaan yang berukuran 2,5x3 m³ ini juga digunakan sebagai ruang sekretariat, tempat rapat Pengurus dan Administrasi computer. Perpustakaan memiliki sekitar ± 700 macam judul buku yang rata-rata merupakan sumbangan dari instansi dan pengunjung Masjid. Buku-buku ini dapat dibaca oleh masyarakat serta jamaah Masjid tetapi tidak diperbolehkan untuk dipinjam/dibaca dirumah. Adapun judul buku diantaranya mengenai Fiqih, tuntunan Sholat, Sunnah, Do’a-do’a, Al-qur’an dan Terjemahannya dan masih banyak lagi judul-judul yang lain dan yang pasti masih membahas seputar agama.
       
c.          Tempat Berwudhu Wanita
Disebelah Selatan terdapat tempat berwudhu wanita dan dibelakang Masjid terdapat makam yang dibuat sederhana dibatasi dengan tembok berbentuk segi panjang. Salah satu makam yang ada diselatan Masjid adalah makam Angku Syekh Haji Uma, pemrakasa pembuatan Masjid Raya Gantiang. Sedangkan didalam makam yang terletak disisi Barat Masjid terdapat prasasti yang berbunyi : “disini disemayamkan : Yml. Radja Bidoe Glr. Marahindra Toeangkoe Panglima Radja di Padang, Vide Besluit Gouverneur General Gegeven to Boitenzorg, 9 October 1830, wafat 1833 : Yml Marah Soe’ih Glr Marahindra Toetngkoe Panglima Regent di Padang, Vide Besluit Gouverneur General General Gegevente Batavia, 16 August 1868, wafat 1875 : Beliau keduanya dari Soekoe Tjaniago Soemagek Kampung Alang Lawas Padang. “

G.  BEBERAPA PERISTIWA PENTING MASJID RAYA GANTIANG
1.       Gempa dan Tsunami di Padang Tahun 1833
Ketika gempa tahun 1833 melanda Kota Padang dan menimbulkan Tsunami, Masjid Raya Gantiang yang saat itu masih berupa bangunan sederhana selamat dari hantaman gelombang Tsunami. Hanya saja lantai Masjid yang semula terbuat dari batu yang disusun diganti dengan campuran kapur yang diolah dari kulit kerang dan batu apung, sehingga lantainya relative lebih datar daripada susunan sebelumnya.

2.      Gerakan Pembaharuan Islam di Minangkabau Tahun 1803
Pada tahun 1803 ketika gerakan pembaharuan agama islam dikembangkan oleh kaum Padri sebagai kaum ulama yang membawa perubahan agama Islam yang dibawa sebelumnya oleh aliran Tarikat Satariyah yang dipelopori oleh Syech Burhanuddin Ulakan Pariaman.
Pada tahun 1918, berkumpullah seluruh ulama pembaharuan agama Islam di Minangkabau yang saat itu di Masjid Raya Gantiang. Pertemuan itu untuk membahas langkah-langkah yang akan ditempuh untuk melaksanakan pemurnian ajaran agama Islam yang mana saat itu memang pemahaman agama Islam masih diwarnai oleh pemahaman mistik dan khufarat yang merupakan peninggalan agama Budha dan Hindu yang sebelumnya juga berkembang dikalangan masyarakat Minangkabau saat itu.

3.      Embarkasi Haji Pertama di Sumatera Tengah
Dengan berfungsinya pelabuhan Emma Haven (Teluk Bayur) juga menjadikan Masjid Raya Gantiang sebagai tempat pertama di Sumatera Tengah (saat itu) untuk Embarkasi Haji. Dari Masjid inilah diberangkatkan calon jemaah haji ke pelabuhan Emma Haven (Teluk Bayur) seterusnya naik kapal menuju Mekkah.

4.      Sekolah Thawalib Pertama di Padang Tahun 1921
Pada tahun 1921, ketika Syech H. Karim Amarullah (Ayah Prof. Dr. Hamka) mendirikan sekolah Thawalib di Padang Panjang, maka beliau juga mendirikan sekolah yang sama di dalam pekarangan Masjid Raya Gantiang sebagai sarana pendidikan agama bagi masyarakat Padang saat itu. Alumni dari sekolah ini mendirikan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) yang merupakan cikal bakal Partai MASYUMI.
Pada tahun 1932, dilaksanakan Jambore Nasional pertama Hizbul Wathan se-Indonesia di Masjid Raya Gantiang saat itu.

5.      Tempat Mengungsi Bung Karno
Ketika Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942, saat itu Soekarno yang ditahan Belanda di Bengkulu diungsikan oleh Belanda ke Kota Cane (Aceh), namun ketika rombongan pasukan Belanda baru sampai di Painan, tentara Jepang sudah sampai di Bukittinggi. Belanda merubah rencana semula dengan mengungsi ke Barus dan meninggalkan Bung Karno di Painan.
Selanjutnya oleh Hizbul Wathan yang bermarkas di Masjid Raya Gantiang saat itu, Bung Karno dijemput ke Painan untuk dibawa ke Padang dengan menggunakan kendaraan pedati. Selama beberapa hari Soekarno menginap di rumah Pengurus Masjid Raya Gantiang. Beberapa hari kemudian Bung Karno dibawa ke Padang. Jepang menemui Syech Abbas Abdullah, pimpinan Madrasah Darul Funuum El Abbasyi di Kabupaten 50 Kota untuk membahas dasar-dasar Negara Indonesia sebagai langkah persiapan untuk kemerdekaan Negara Indonesia.

6.      Tempat Pembinaan Prajurit Gyugun – Hei Ho
Selama penduduk tentara Jepang (1942 – 1945) di Sumatera Tengah (saat itu), Masjid Raya Gantiang menjadi tempat pembinaan prajurit Gyugun dan Hei Ho, merupakan kesatuan tentara pribumi yang dibentuk Jepang dan membantu tentara Jepang.

7.      Kunjungan Beberapa Pejabat Tinggi Negara dan Dari Negara Sahabat
Setelah kemerdekaan, Bung Karno yang telah terpilih sebagai Presiden Pertama RI, berkunjung ke Masjid Raya Gantiang sambil Nampak Tilas saat Bung Karno diungsikan dulu dari Bengkulu – Painan dan Padang (Masjid Raya Gantiang).
Semenjak tahun 1950, Masjid Raya Gantiang semakin ramai saja dikunjungi oleh orang-orang besar/pejabat Negara baik dari dalam maupun luar Negeri. Tercatat dari beberapa pejabat Negara yang pernah berkunjung ke Masjid Raya Gantiang antara lain : Wakil Presiden RI Dr. Moehammad Hatta, Wakil Presiden RI Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Ketua DPR RI K. H. Achmad Syaichu, Ketua DPR/MPR Jendral Abdul Nasution, dan beberapa Mentri Kabinet kita.
Dari Negara sahabat pernah pula berkunjung ke Masjid Raya Gantiang antara lain : Sekretaris Negara Malaysia, dari Saudi Arabia, Mesir dan Negara sahabat lainnya juga pernah berkunjung ke Masjid Raya Gantiang Rekor Universitas Al-Azhar Cairo Mesir dan Beberapa orang Mufti Hafiz Qur’an dari Mesir terutama pada bulan-bulan Ramadhan.
Disamping itu, juga banyak turis-turis Manca Negara terutama dari Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam dalam program “Wisata Dakwah/Agama” berkunjung ke Masjid Raya Gantiang ini untuk melihat dari dekat fisik Masjid Raya Gantiang ini. Begitupun turis domestik juga sering berkunjung ke Masjid Raya Gantiang.